Pesan Kemanusiaan Kurban

Foto: pakdeazemi.wordpress.com


BERDASARKAN hasil sidang isbat Kementerian Agama pada Selasa (22/8), hari raya Iduladha 1438 H jatuh pada Jumat, 1 September 2017. Dengan demikian, umat Islam Indonesia khususnya bisa melaksanakan salat id disusul kemudian dengan menyembelih binatang kurban, seperti kambing, sapi atau kerbau, bagi yang mampu berkurban pada tanggal itu. Kurban hakikatnya wujud pendekatan diri kepada Allah sekaligus mendorong orang untuk peduli dengan sesama.

Sesuai dengan namanya, “adha” yang berarti menyembelih hewan, atau “kurban” yang berarti mendekatkan diri kepada Allah, ia sangat dianjurkan dalam Islam bagi yang mampu melakukannya. Nabi pernah mengatakan dalam hadisnya, “Siapa saja yang memperoleh kelapangan untuk berkurban, dan dia tidak mau berkurban, maka janganlah hadir di lapangan kami (untuk ikut salat id)”. (HR Ahmad, Ad-Daruqutni, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim)
Dalam Alquran, Allah juga menyatakan, “Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.” (QS Al-Kautsar [108]: 2)

Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya, Majmu’ Fatawa, menafsirkan ayat ini: Allah memerintahkan Nabi untuk mengumpulkan dua ibadah yang agung, yaitu salat dan menyembelih kurban, yang menunjukkan sikap takarub (pendekatan diri kepada Allah), tawadu, merasa butuh kepada Allah, husnuzan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada Allah, janji, perintah, dan keutamaan-Nya.

Berkurban juga merupakan tapak tilas dari apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail. Dengan kata lain, ia merupakan bentuk pelestarian dari tradisi atau sunah mulia dua sosok nabi dan rasul Allah.

Zaid bin Arqam berkata, para sahabat bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, hewan kurban apa ini?” Beliau menjawab, “Ini adalah sunah bapak kalian, Ibrahim”. Mereka bertanya lagi, “Lalu pada hewan tersebut, kami dapat apa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Pada setiap bulu ada satu kebaikan”. Mereka bertanya lagi, “Bagaimana dengan suf (bulu domba)?” Beliau menjawab, “Pada setiap bulunya ada satu kebaikan”. (HR Ibnu Majah)

Alquran menceritakan bagaimana awal mula ibadah kurban ini dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Alkisah, pada suatu malam Ibrahim bermimpi disuruh Allah untuk menyembelih Ismail. Merasa itu adalah wahyu Allah, Ibrahim pun siap melaksanakannya. Namun, ia terlebih dulu menceritakan mimpinya kepada Ismail dan bermusyawarah dengannya.

Dengan penuh ketulusan, keikhlasan dan kesabaran, Ismail pun siap disembelih jika itu memang perintah Allah. Ismail tidak membantah atau memprotes perintah-Nya. Mereka pun pergi ke Mina, dan saat belati Ibrahim hendak menggores leher Ismail, Allah mengganti Ismail dengan seekor domba.

Alquran menuturkan: Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar”. Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah). Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim! sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu”. “Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS Ash-Shaffat [37]: 102—107)

Lebih dari sekadar ibadah wujud pendekatan diri kepada Allah (dimensi ritual), berkurban mengandung semangat kepekaan dan kepedulian sosial (dimensi sosial), rasa kemanusiaan. Dengan berkurban, dagingnya bukan semata untuk diri orang yang berkurban, tetapi dibagi-bagikan kepada masyarakat sekitar, terutama orang-orang miskin. Hal ini seperti disebutkan dalam hadis, Ali bin Abi Thalib menuturkan, “Rasulullah memerintahkan kepadaku untuk mengurusi hewan kurbannya, membagi-bagikan dagingnya, kulit dan pakaiannya, kepada orang-orang miskin, dan aku tidak diperbolehkan memberi sesuatu apa pun dari hewan kurban (sebagai upah) kepada penyembelihnya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Dimensi Sosial
Dengan demikian, pesan penting berkurban dari sisi dimensi sosial adalah memberi. Memberi daging kurban yang berarti juga memberi kebahagiaan dan kegembiraan kepada orang lain. Stephen Post dan Jill Neimark dalam bukunya, Why Good Things Happen to Good People (2011), mengatakan bahwa memberi bisa melahirkan dampak positif secara psikis dan fisik bagi si pemberi. Dengan memberi, kita menyingkirkan emosi-emosi negatif yang bergejolak, seperti rasa marah, dengki, dan iri hati, yang tentunya turut menjadi penyebab penyakit-penyakit psikis maupun fisik yang ditimbulkan oleh stres.

Mengutip penelitian Paul Wink, Post, dan Neimark, mengemukakan bahwa memberi dibangun oleh tiga sifat penting: kecenderungan untuk memberi, empati, dan kompetensi, terutama kompetensi sosial. Ketiga sifat ini bergema ke dalam berbagai bidang kehidupan, membawa kesuksesan dalam pekerjaan, persahabatan, dan cinta—dan menghasilkan kebahagiaan dan kesehatan.

Dalam ungkapan Neal Krause, satu orang tidak dapat memberikan bantuan yang efektif bagi orang lain tanpa memasuki pikiran orang lain dengan perasaan simpati dan welas asih. Membantu orang lain meningkatkan rasa kendali seseorang dan meniadakan rasa rendah diri.

Dengan berkurban dan memberikan dagingnya kepada orang lain, kita sesungguhnya tengah membangun kepribadian kita menjadi lebih berkualitas juga menciptakan kondisi dan relasi sosial yang penuh dengan rasa simpati dan welas asih. Dengan berkurban, kita membangun dan memperkuat kepekaan dan kepedulian sosial kita, terutama terhadap orang-orang yang tidak mampu atau lemah secara ekonomi. Kita memberi mereka tidak hanya daging kurban, tetapi juga kebahagiaan dan kegembiraan.

Kebahagiaan dan kegembiraan yang tidak hanya dirasakan saat Iduladha/Kurban, tetapi juga berlanjut ke hari-hari berikutnya. Seperti ditegaskan Nurcholish Madjid (Cak Nur) dalam bukunya, Fatsoen (2002), semua ajaran agama—terutama Islam—bertujuan melakukan kebaikan demi terwujud perikemanusiaan. *

Sumber: https://goo.gl/xpJH8K


EmoticonEmoticon